“Jika Ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya, maka Ayah adalah kepala sekolahnya. Sudah seharusnya kita perlu memantaskan diri agar menjadi sekolah dengan Grand Design terbaik, bukan?” Ummii Arin
Setiap orang tua pastinya menginginkan anak-anaknya menjadi pribadi mulia dan memiliki masa depan yang cerah. Terbukti, orang tua senantiasa mengupayakan segala cara yang dipunyai agar buah hatinya menggapai impian tersebut. Termasuk memilih sekolah mahal, meski harus menjual tanah, Ayah Ibu tiada pernah gentar melakukannya.
Tapi apakah itu cukup menjadi jaminan? Saya rasa tidak. Saya memiliki keyakinan, sukses atau tidaknya seorang anak, terletak pada peran orang tua bukan saja sekolah.
Daftar Isi
Terdidik Sebelum Mendidik dan Bagaimana Orang Tua Belajar
Setiap selesai shalat magrib, saya selalu menyempatkan diri untuk belajar parenting melalui video-video di Youtube dari para pakar di bidangnya. Berbekal paket internet cepat, buku catatan, pena, dan kemauan, saya berprinsip harus terdidik terlebih dahulu sebelum mendidik anak.
Bagi saya poin ini sangat penting. Karena jika tidak, orang tua akan selalu menganggap dirinya berada di posisi yang benar, kemudian menyudutkan anak sebagai ‘murid’ yang perlu diajari benar. Padahal tidak melulu demikian. Saya menyadari betul hal itu. Bukahkah, anak pun bisa menjelma menjadi guru kita?
Awal Februari 2023 lalu, si kecil kembali menyadarkanku, sebagai seorang ibu, saya harus selalu belajar banyak hal. Saat itu, saya memberikan sanksi kepada Fatih–anak pertama, berusia 5 tahun–dengan sanksi tidak boleh bermain gadget selama satu bulan. Alasannya, sebab Fatih mengompol di celana, dengan rincian sebab lain yang tidak perlu saya sebutkan.
Satu hal yang pasti, Fatih selalu berkomitmen dengan sanksi yang saya berikan. Tidak pernah lagi meminta main gadget, ada atau tidak adanya saya. Bahkan di rumah neneknya, gadget pun tidak pernah dipegangnya. Padahal kalian tahu kan nenek bagaimana?
Tiba di suatu malam, tepatnya 16 Februari, saya agak terbawa emosi karena Fatih saya minta tolong mengambilkan gadget di dekatnya, tapi ia enggan. Pun ia enggan memberi tahu kepada ia tidak bersedia menuruti permintaan tolong yang ‘sangat sederhana’ itu. Saya sontak terbawa emosi, lalu melayangkan kalimat bernada tinggi.
Besoknya, setelah belajar parenting online dengan paket internet cepat dari IndiHome, saya dan suami melakukan kontemplasi. Singkatnya, kami duduk bersama, membicarakan perilaku Fatih yang enggan menuruti permintaan saya ‘mengambilkan gadget’. Dan akhirnya kami menemukan jawabannya.
Sungguh, Fatih bukannya tidak ingin memenuhi perintah, tetapi ia mempertahankan komitmen atas sanksi yang saya berikan kepadanya. Ya, untuk tidak bermain gadget. Hal mana bagi Fatih, tidak bermain gadget artinya tidak pula memegangnya. Ketika suami mengkonfirmasi hal itu, Fatih menganggukkan kepala.
“Terima kasih, Fatih. Engkau mengajarkan kami untuk teguh dalam berkomitmen. Pun kami belajar satu hal penting, untuk selalu menilai segala sesuatu dari berbagai aspek.”
Buku Parenting dan Orang Tua yang Bijak
Selain mengandalkan paket internet cepat untuk melihat channel-channel parenting, saya kerap berdiskusi dengan suami perihal pendidikan anak. Bedanya, referensi saya cenderung video, sedangkan suami lebih merujuk ke buku parenting.
Menurut Budi Ashari pakar parenting Islami, Ayah memiliki power yang lebih dibandingkan ibu, saat bertutur kepada putra-putrinya. Nasihat, pesan-pesan, ilmu, dan apapun yang ‘disuarakan’ oleh Ayah, akan lebih didengar oleh anak. Begitu pungkasnya. Dan sejauh pengamatan saya, saya berani meng-IYA-kannya.
Dalam banyak hal, ketika anak-anak mengabaikan saya, suami hadir untuk menyuarakan hal yang sama. Sehingga anak-anak menjadi berkenan. Baik Fatih, maupun Nabila (anak kedua, usianya 3 tahun), lebih mendengarkan apa petuah dari Ayahnya.
Abii Rozak (begitu anak-anak) memanggilnya adalah narator sekaligus pencerita terbaik di rumah. Tak heran Fatih dan Nabila selalu minta ditidurkan abii-nya. “Abii suka bercerita”, kata mereka. “Bukankah ummii, juga selalu bercerita sebelum tidur?” tanyaku. “Beda!” tegas mereka. Dan kisah inspiratif anak yang berbakti kepada orang tua selalu menjadi yang favorit.
Kata suami, dari buku parenting yang pernah ia baca, metode terbaik mendidik anak ialah berkisah, mengamati dan menjadi teladan. Berkisah sebagai ontologi, mengamati sebagai epistemologi, dan menjadi teladan sebagai aksiologi. Dan ketiga hal itu, buku menjadi mata airnya. Karena banyaknya telaah wawasan akan menjadikan kita bijak, tidak cukup hanya pintar.
Rekomendasi Buku Parenting, Wajib Dimiliki Ayah Ibu di Rumah
Ayah dan Ibu yang baik hati, sebagai orang tua yang membelajari anak kita pun harus senantiasa membelajari diri. Berikut ini, beberapa rekomendasi buku yang bisa kita baca sebagai referensi dalam menjalankan peran sebagai pendidik untuk anak-anak sendiri.
1. Tarbiyatul Aulad: Pendidikan Anak dalam Islam karya Abdullah Nashih Ulwan
Menurut saya, buku ini sangat kompleks dalam menjelaskan pola parenting yang bisa digiatkan orang tua dalam mendidik buah hatinya. Lebih dari teori, buku ini mengungkap fitrah-fitrah anak yang bisa diuji dari disiplin ilmu yang terkait, bahkan sains.
Yang menjadi titik fokus buku ini ialah bagaimana Ayah dan Ibu berkolaborasi dalam memainkan perannya sebagai madrasah pertama, sesuai petunjuk Nabi Muhammad Saw. Tentu kolaborasi yang dimaksudkan ialah berbagi tugas, namun tujuannya sama.
Misalnya, penulis menuturkan, Ibu berperan dalam sifat yang lemah lembut, penuh kasih sayang, dan sifat qonaah. Sedangkan Ayah menanamkan karakter yang tangguh, pemberani, dan penuh tanggung jawab. Buku parenting satu ini, juga menawarkan ragam pendekatan dan metode yang bisa digiatkan orang tua sesuai dengan karakter buah hatinya.
2. Abiku Memang Beda karya Umar Humam
Buku parenting satu ini bisa dikatakan paling unik dan berbeda dari banyaknya buku parenting di luar sana. Mengapa? Karena penulisnya si anak, hasil dari berhasilnya parenting yang dilakukan orang tuanya.
Singkatnya, saat berusia 11 tahun sang Ayah menarik Umar Humam dari sekolah formal, kemudian mendidiknya sendiri di rumah. Dengan pola pendidikan yang ketat, Umar benar-benar ditempa menjadi pribadi yang tangguh dan dewasa. Terbukti di usianya yang terbilang masih sangat muda, Umar Humam menulis buku luar biasa berbobot dengan analisa yang sangat dalam.
Dalam buku ini, Umar Humam menjelaskan hakikat dari pendidikan itu sendiri. Juga pembahasan menarik seperti sikap terhadap perempuan, menyoal bahasa, geografi, sejarah, hingga pembahasan logika. Hal mana pembahasan tersebut selain didapatkan dari nasihat sang Ayah kemudian ditulis, juga berdasarkan kajian literatur yang mendalam.
Diantara banyaknya buku parenting, setidaknya dua buku di atas menjadi rujukan utama saya dan suami dalam mendidik anak-anak. Atas dasar itu, kami menyimpulkan dua hal penting sebagai pondasi parenting: Kebenaran dan problem solving. Dua pondasi inilah yang harus tertanam erat pada anak-anak sedari kecil.
Kebenaran yang kami maksud ialah fitrah anak itu sendiri. Bahwa ia harus berada di posisi yang benar, mempertahankan kebenaran, dan berperilaku yang benar. Sedangkan problem solving ialah kemampuan berpikir, tentang bagaimana ia menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Lebih dari itu, pondasi kedua mengarahkan anak-anak menjadi pribadi yang bisa diandalkan di segala lini kehidupan, baik pribadi maupun sosial.
IndiHome, Youtube, dan Perkembangan Anak
Menurut Muhammad Fauzi Adhim dalam buku Positive Parenting, ia menyinggung bahwa televisi menjadikan otak pasif, melumpuhkan kemampuan berpikir kritis, dan merusak, terutama kecerdasan di otak kanan. Atas dasar itu, saya ajukan ide untuk menanggalkan segala bentuk tontotan digital di rumah.
“Bisa jadi demikian. Tapi tidak melulu demikian.” kata suami. “Televisi itu hanya benda dan tontonan hanya media. Baik atau tidak, bermanfaat atau tidak, merusak atau tidak, tergantung bagaimana kita menggunakannya.”
Berpijak dari penjelasan suami, perlahan kami mulai mengenalkan Fatih dengan Youtube sebagai salah satu media pembelajaran di rumah. Saat itu usia Fatih masih 4 tahun. Untungnya saya memakai Telkom Indonesia sebagai provider internet terbaik untuk menunjang proses pembelajaran digital. Dengan paket internet cepat yang dimilikinya, pembelajaran digital di rumah berlangsung lancar tanpa kenal lelet buffering.
Disiplin ilmu yang paling diminati Fatih ialah Astronomi dan kajian sains tentang binatang. Tentu sebagai orang tua, kami selalu mendampingi dan memantau perkembangan anak-anak, tidak liar dilepas menonton seorang diri. Sembari menonton, kami ajak Fatih berdialog, mengamati video-video Sains yang ditonton. Pola ini selain memperdalam materi, tentunya semakin mengharmoniskan kedekatan orang tua dan anak.
Usai menonton video pembelajaran yang ada, berikutnya Fatih kami ajak membuat resume di buku tulis. Ya, Fatih sendiri yang menulisnya. Maka di usia fatih yang saat ini 5 tahun, ia sudah bisa membaca dengan lancar, menulis, hingga membuat infografis apa yang dipelajarinya.
Lebih dari itu, Fatih benar-benar menjadi pribadi yang bertanggung jawab, berkomitmen memegang amanah, dan memiliki analisa berpikir yang sangat tajam. Sebagaimana fitrah orang tua, kami berharap Fatih dan Nabila, kelak akan menjadi manusia yang mencerahkan, yang melakukan transformasi sosial menjadi lebih baik lagi.
Kami bersyukur, berkat IndiHome, segala proses parenting kami di rumah sangat terkondisikan. Dengan paket internet cepat andalan kami ini, kami serasa terhubung langsung dengan dunia luar, seolah tak berjarak. Informasi apapun yang kami perlukan, bisa tersaji dengan cepat dalam genggaman.
Terima kasih Telkom Indonesia, yang senantiasa mendukung proses pembelajaran digital kami di rumah menjadi sangat efektif dan efisien.