
Oleh: Arinal Aziz
Setiap manusia memiliki kisah hidup yang sedang Allah susun secara indah. Ada yang menemukan dirinya melalui pendidikan, ada yang bertemu jati dirinya melalui pengalaman, dan ada pula yang mendapatkan kekuatan melalui gerakan dakwah. Dalam hidupku, ketiganya hadir dalam satu ruang: Muhammadiyah dan khususnya Nasyiatul ‘Aisyiyah. Dari sini, jalan pengabdian terbuka luas, termasuk kesempatan istimewa untuk mendampingi anak-anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Blitar setiap hari Rabu.
Awal Perjalanan: Dari Pintu Kesempatan Menuju Panggung Pengabdian
Aku tidak pernah membayangkan bahwa perjalananku akan begitu erat dengan gerakan perempuan muda Muhammadiyah. Semuanya bermula sederhana: sebuah undangan rapat, sebuah amanah kecil, dan sebuah ruang yang ternyata membuka pintu besar bagi perkembangan diriku.
Di Nasyiatul ‘Aisyiyah, aku belajar bahwa organisasi bukan sekadar tempat berkumpul, tetapi ruang pembentukan karakter, disiplin, dan keberanian menyampaikan suara. Dari forum kecil hingga kegiatan daerah, aku mulai merasakan bagaimana setiap program, musyawarah, hingga pelatihan, perlahan membentuk diriku menjadi pribadi yang lebih matang dan percaya diri.
Kesempatan Berharga: Mengajar Anak-Anak di LPKA Blitar Setiap Hari Rabu
Dari seluruh perjalanan pengabdian, salah satu pengalaman paling menyentuh hatiku adalah menjadi bagian dari program kerja sama ‘Aisyiyah dengan LPKA Blitar. Setiap hari Rabu, aku mendapat kesempatan mengajar, mendampingi, dan menyapa anak-anak yang sedang menjalani pembinaan.
Mereka bukan sekadar murid. Mereka adalah anak-anak yang sedang mencari arah hidup, yang membutuhkan kehadiran orang dewasa yang mau mendengar dan membimbing tanpa menghakimi.
Di LPKA aku belajar tiga hal:
- Mengajar dengan Empati
Menghadapi anak-anak dalam situasi khusus membutuhkan hati yang lebih luas. Aku belajar bahwa pendidikan bukan hanya materi, tetapi kehadiran dan ketulusan. - Mendampingi Tanpa Melabeli
Mereka adalah anak-anak yang tetap memiliki harapan, mimpi, dan potensi. Amanah ini mengajariku untuk melihat mereka dengan kacamata kasih sayang, bukan hukuman. - Menemukan Makna Dakwah Sosial
Setiap Rabu menjadi ruang refleksi bagiku: bahwa dakwah bukan hanya di panggung, bukan hanya di forum. Dakwah paling menyentuh justru ketika kita masuk ke tempat-tempat sunyi yang jarang dilihat orang.Program ini menguatkanku bahwa ‘Aisyiyah bukan sekadar organisasi perempuan, tetapi gerakan yang menggenggam misi kemanusiaan.
Mengasah Kompetensi: Belajar Menjadi Moderator dan Penggerak Acara
Salah satu hal terbesar yang kudapatkan dari perjalanan di Nasyiatul ‘Aisyiyah adalah kepercayaan sebagai moderator dalam berbagai acara. Tidak sedikit kegiatan yang mempertemukanku dengan pemateri hebat—para akademisi, aktivis, hingga tokoh-tokoh Muhammadiyah yang menjadi panutan.
Awalnya aku ragu. Menghadapi audiens, mengatur alur acara, menjaga dinamika dialog—semuanya tampak menakutkan. Namun organisasi memberiku kesempatan untuk mencoba. Setiap amanah menjadi latihan nyata: bagaimana menyapa dengan penuh wibawa, bagaimana menjaga adab dalam memandu diskusi, dan bagaimana memastikan ilmu tersampaikan dengan baik.
Ternyata dari menjadi moderator, aku mendapat lebih dari sekadar pengalaman tampil di depan umum. Aku belajar tentang ketepatan waktu, kejelasan komunikasi, kematangan berpikir, serta sikap tenang dalam situasi tak terduga. Dan setiap kali acara berakhir dengan lancar, aku merasa semakin siap melangkah lebih jauh.
Nasyiatul ‘Aisyiyah: Tempat Tumbuhnya Keteguhan Perempuan Muda
Organisasi ini bukan hanya wadah—butuh keberanian, komitmen, dan keikhlasan. Dalam setiap kegiatan, aku menyaksikan bagaimana para perempuan muda menguatkan satu sama lain, mendampingi masyarakat, dan menjalankan amanah Persyarikatan dengan penuh cinta.
Di sinilah aku belajar bahwa perempuan dapat menjadi penggerak peradaban, bukan sekadar pelengkap. Bahwa suara perempuan muda memiliki nilai dakwah dan perubahan. Bahwa mengabdi bukan harus memiliki jabatan tinggi, tetapi memiliki niat tulus dan aksi nyata.
Nasyiatul ‘Aisyiyah mengajariku mengelola program, menyusun konsep acara, membuat keputusan, hingga mengedepankan akhlak dalam dinamika organisasi. Semua itu menjadi bekal berhargaku ketika kemudian aku diberi amanah lebih besar di lingkungan pendidikan maupun Persyarikatan.
Mengaktualisasikan Diri: Dari Peran Kecil Menuju Lingkaran Amanah Lebih Besar
Pengalaman di Muhammadiyah dan Nasyiatul ‘Aisyiyah membuka banyak pintu untukku. Aku mulai dipercaya memandu acara besar, menjadi MC dan moderator di kegiatan resmi, hingga membawakan materi dalam forum-forum keumatan. Amanah demi amanah datang, bukan karena merasa paling mampu, tetapi karena organisasi telah mendidikku melalui proses panjang.
Perjalanan ini membentukku menjadi pribadi yang:
* lebih percaya diri dalam menyampaikan gagasan,
* lebih santun dalam berdialog,
* lebih sigap dalam memimpin sebuah acara,
* lebih kuat dalam menghadapi dinamika organisasi,
* dan lebih siap untuk mengabdi di ruang publik.
Aktualisasi diri itu ternyata bukan sesuatu yang datang tiba-tiba, tetapi rangkaian kecil yang Allah susun melalui orang-orang baik yang memberi kepercayaan.
Mengabdi Sebagai Jalan Mencerahkan
Hari ini, ketika aku melihat kembali jejak langkahku, aku merasa bersyukur. Tidak semua orang mendapatkan kesempatan merasakan hangatnya pembinaan kader di Muhammadiyah dan Nasyiatul ‘Aisyiyah. Tidak semua diberi ruang tumbuh sebesar ini. Tidak semua memiliki keluarga organisasi yang memotivasi untuk terus belajar, melangkah, dan berbuat.
Aku belajar bahwa mengabdi bukan beban, tetapi kehormatan. Muhammadiyah mengajariku bergerak dalam sunyi, bekerja dalam keikhlasan, dan menghadirkan manfaat bagi sesama. Nasyiatul ‘Aisyiyah memberiku identitas sebagai perempuan muda yang siap mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dan perjalanan ini masih panjang. Aku terus melangkah, membawa amanah, membagikan cahaya, serta berharap agar langkah-langkah kecilku dapat menjadi bagian dari gerakan besar yang mencerahkan semesta.
Kisah hidupku bukan tentang seberapa jauh aku berjalan, tetapi seberapa bermakna jalan itu bagiku dan bagi orang lain. Dari organisasi inilah aku belajar menjadi diriku sendiri: perempuan yang ingin terus berkembang, berdaya, dan mengabdi.
Semoga perjalanan ini menjadi inspirasi bagi perempuan muda lainnya untuk berani melangkah, mengambil peran, dan menjadikan organisasi sebagai ruang aktualisasi yang membawa kebaikan bagi umat dan negeri.

